Minggu, 08 Januari 2012

Pengawasan internal


PENGAWASAN INTERNAL
UNSUR-UNSUR  PENGAWASAN  INTERNAL  ORGANISASI
MENURUT  ARTHASASTRA
  .
1.      Pengertian Sistem Pengawasan Internal Konvensional.
Mulai Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama (Repelita I), yang diawali tahun anggaran 1969/1970, pemerintah Indonesia mulai menggalakkan dan menerapan  pengawasan internal (internal control system) atau pengawasan melekat (waskat) dalam Lembaga Pemerintahan, Badana Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pengawasan melekat dimaksudkan adalah pengawasan yang dapat berfungsi secara otomatis, artinya perangkat pengawasan dapat berfungsi dengan baik tanpa perlu ikut campur tangan  fihak luar organisasi. Pengawasan melekat, dahulu dijuluki juga sebagai pengawasan malaikat.
UNSUR-UNSUR  PENGAWASAN  INTERNAL  ORGANISASI
MENURUT  ARTHASASTRA

1.      Pengertian Sistem Pengawasan Internal Konvensional.
Mulai Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama (Repelita I), yang diawali tahun anggaran 1969/1970, pemerintah Indonesia mulai menggalakkan dan menerapan  pengawasan internal (internal control system) atau pengawasan melekat (waskat) dalam Lembaga Pemerintahan, Badana Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pengawasan melekat dimaksudkan adalah pengawasan yang dapat berfungsi secara otomatis, artinya perangkat pengawasan dapat berfungsi dengan baik tanpa perlu ikut campur tangan  fihak luar organisasi. Pengawasan melekat, dahulu dijuluki juga sebagai pengawasan malaikat.
Perangkat pengawasan ini  terdiri dari struktur organisasi, yang dilengkapi dengan uraian tugas dan fungsi masing-masing jabatan yang ada, baik jabatan struktural maupun jabatan fungsional. Untuk melaksanakan tugas dan fungnsi yang ada maka dibuat sistem dan prosedur kerja, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (sisdur, juklak & juknis atau SOP). Semua prosedur kerja tersebut dibuat dalam bentukt tertulis, dan dikomunikasikan kepada semua fihak yang terkait dengan prosedur tersebut.
Sebelum menginjak lebih jauh, kiranya ada baiknya terlebih dahulu diberikan pengertian  sistem pengawasan internal konvensional yang berlaku pada organisasi modern sesuai Standard Auditing Procedures  (SAP) No. 54, Nopember 1972, digunakan oleh Ikatan Akuntan Publik Terdaftar Amerika (AICPA) dan sekaligus juga digunakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sampai dengan dekade sembilan puluhan.
Sistem pengendalian internal di atas disebut konvensional, karena rumusan pengendalian  internal tersebut merupakan kesepakatan para ahli dibidangnya dari seluruh negara yang menjadi penganutnya.  Seperti diketahui, sistem pengawasan internal sesuai SAP 54  dipilah kedalam dua sisi yaitu  sisi pengawasan akuntansi dan pengawasan non akuntansi atau sering disebut dengan  pengawasan administrasi.
Ditinjau dari tujuan yang hendak dicapai, maka yang dimaksud dengan sistem pengawasan internal akuntansi meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan dengan tujuan  menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan kecermatan sehingga data akuntansi dapat dipercaya, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Uraiannya  cukup panjang.
Pengawasan administrasi pada dasarnya tidak berhubungan secara langsung dengan kegiatan akuntansi, tetapi melihat pelaksanaan suatu kegiatan dari  segi ketaatan kepada peraturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan, dan hal ini dapat ditelusuri antara lain melalui  laporan pelaksanaan tugas,  kontrol kualitas, pemberian penghargaan kepada pegawai yang berprestasi dan hukuman kepada pegawai yang melakukan pelanggaran. Pengertian pengendalian internal sebagaimana diuraikan di atas itu pula yang digunakan dan diterapkan oleh Pemerintah Indonesia saat itu dengan beberapa modifiakasi sesuai dengan pemahaman pimpinan pemerintahan saat itu.
Rumusan Sistem Pengendalian Internal yang digunakan oleh IAI saat ini yang dimuat dalam buku Stándar Propesional Akuntan Publik (SPAP), tahun 2001, lebih dikembangkan lagi,  dan berbunyi sebagai berikut  : “ Suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personal lain entitas, yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yaitu  : keandalan laporan keuangan,  efektivitas dan efisiensi operasi,  serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Dalam pengertian pengendalian internal ini, tampak berbeda dengan pengertian sebelumnya, yaitu tugas pengawasan oleh dewan komisaris sebagai wakil pemilik perusahaan ditonjolkan. Bila dalam pemerintahan sebuah negara,  dewan komisaris mungkin dapat disetarakan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
2.     Pengertian Pengendalian Internal  Menurut Arthasastra
Pengertian pengendalian internal menurut Arthasastra tampaknya lebih luas dibandingkan dengan rumusan tersebut di atas. Kautilya memberi petunjuk bahwa semua ilmu yang dipelajari manusia  berasal dari Weda. Dari mempelajari Weda manusia bisa mendapat petunjuk tindakan mana yang benar dan mana  salah. Tentang kesejahteraan dan kemiskinan dalam masyarakat dipelajari dari Warta (ilmu ekonomi), masalah kebijakan yang baik dan buruk dalam menjalankan pemerintahan dipelajari dari Dandaniti (ilmu politik). Hal-hal yang berkaitan dengan  pengawasan internal dalam organisasi, berkenaan  dengan  menentukan tindakan baik dan buruk,  sumbernya adalah  Weda, dan tindakan-tindakan  yang dilakukan yang  berpengaruh terhadap keuntungan dan kerugian yang dihadapi organisasi, sumber ilmunya adalah Warta ( ilmu ekonomi). Dalam peraktek kesehariannya, hal-hal yang berkaitan dengan penentuan baik dan buruk (menyangkut  rasa), agar supaya tidak berdampak negatif terhadap Warta, maka semua tindakan yang akan dilakukan harus di awali dengan pengendalian indria para pelakunya, yaitu mengekang hawa nafsu : amarah, tamak, kesombongan, tinggi hati dan keras kepala (Art 1 : 17). Pengendalian indria para pelaku organisasi merupakan unsur pertama dan utama dalam membangun suatu sistem pengendalian internal. Unsur utama ini harus terserap  kedalam pelaksanaan  unsur-unsur lainnya yang bersifat fisik yang akan dibangun kemudian. Unsur utama ini bersifat non fisik namun paling menentukan dalam menjalankan suatu organisasi. Unsur pengendalian indria ini tidak terdapat dalam sistem pengendalian internal konvensional.
Jadi pengertian sistem pengendalian internal dari hasil galian dalam Arthasastra adalah „ Sistem pengendalian internal akuntansi meliputi pengendalian indria, struktur organisasi, metode dan prosedur yang dikoordinasikan dengan tujuan menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan kecermatan sehingga data akuntansi dapat dipercaya, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen serta ketentuan dan peraturan lainnya yang berlaku.
„Sistem pengendalian administratif  meliputi pengendalian indria, struktur organisasi, metode dan prosedur, yang utama ditujukan untuk menilai tingkat efisiensi dan ketaatan terhadap kebijakan manajemen serta ketentuan dan peraturan lainnya yang berlaku“
Selanjutnya akan diuraikan pengertian sistem pengendalian internal yang digunakan oleh Kautilya dalam Arthasastra digabungkan dengan pengertian pengendalian internal yang digunakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang tahun 2001, yang berbunyi antara lain sebagai berikut :
„Sistem Pengawasan Internal merupakan suatu proses pengendalian indria dan proses lainnya yang dijalankan oleh dewan komisaris, amanajemen, dan personal lain entitas, yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang keandalan laporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku“
Jadi ciri khas perancangan sistem pengendalian internal menurut Kautilya bagi semua  organisasi dimulai dari pembentukan watak manusia pelaksana dari sistem pengendalian internal itu sendiri. Tampaknya, sejak zaman dahulu disadari oleh para ahli organisasi pemerintahan maupun sektor suwasta, bahwa menegakkan suatu rancangan sistem pengendalian internal tanpa dibarengi dengan perbaikan moral para pelaksana sistem itu sendiri, hasilnya tidak akan pernah maksimal, bahkan akan lebih banyak mengalami kegagalan, yaitu akan terjadi penyelewengan atau korupsi dimana-mana. Kautilya meletakan masalah korupsi pada posisi yang lebih dalam yaitu pada sisi kejiwaan dan kerohanian, karena pada umumnya orang korupsi itu disebabkan oleh jiwa orang tersebut  lemah, karena didorong oleh sifat serakah, angkuh, ingin dipandang hebat, dan bukan semata-mata karena faktor kemiskinan materi, namun disebabkan oleh faktor kemiskinan rohani. Faktor kemiskinan rohani sangat sulit untuk mendeteksi dan mengetahuinya, karena tertutup rapat dalam jiwa masing-masing orang.
Pada zaman Kautilya, untuk membangun kecintaan dan kesetiaan rakyat kepada raja, kekayaan kerajaan diabdikan untuk kemakmuran seluruh rakyat, bukan hanya untuk kemakmuran keluarga raja dengan kroni-kroninya. Istana raja tetap deibangun sebaik dan seindah mungkin, namun perumahan untuk keempat warna, brahmana, kesatria, waisia dan sudra juga dibangun sebagaimana mestinya. Jalan-jalan dalam kota dan di luar kota juga dibangun sebaik mungkin, serta saluran irigasi untuk pertanian dan perkebunan  mendapat perhatian yang seksama dari raja. Ranah-tanah kosong dibagikan kepada rakyat untuk ditanami dengan padi, palawija, dsb.nya. Para guru, pendeta, penasehat raja juga dibuatkan perumahan yang tidak jauh dari istana raja (Ats. 3,4,7,8 : 84). Industri pakaian, peralatan perang, obat-obatan juga dibangun dan diawasi oleh aparat kerajaan. Tempat ibadah berupa kuil-kuil, candi Siva, Vaisnawa, Asvin dan Madira juga dibangun dengan megah (Ats. : 14,17 : 84-85).
Toko-toko yang menjual bahan-bahan keperluan hidup masyarakat, sandang, pangan, bahan bangunan disebar keseluruh pelosok, sehingga rakyat mudah berbelanja untuk keperluan hidupnya (Ats. 27 : 86).
Untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, raja memberikan hukuman berat kepada para koruptor. Koruptor ringan, diharuskan mengembalikan uang/barang yang dikorupnya, yang lebih berat dihukum dengan hukuman badan (dipenjara), disamping harus mengembalikan uang / harta yang diambilnya. Terhadap pelaku korupsi yang lebih berat lagi dikenakan hukuman dipotong anggota badan, disamping mengembalikan aset negara yang dikorupnya, atau apabila sudah terlalu berat, maka dikenakan hukuman mati.
Peringatan tentang adanya manusia miskin moral yang melakukan perbuatan jahat dengan tipu muslihat, membodohi pihak lain, mengambil barang atau uang yang bukan haknya, menyalahgunakan kekuasaan, dsb.nya, banyak diuraikan dalam kitab suci Rg. Weda, antara lain :
„Borok-borok pikiran angkuh dan jahat serta penuh dosa, selalu menantang roh maha perkasa, dan roh maha perkasa selalu dapat memperlemah dan menghancurkannya (Rg. Weda I, 5,6, : 69).
Selanjutnya ditemukan penjelasan antara lain berbunyi: „Diberikan dorongan kuat bagi orang-orang yang secara berani menegakkan kebenaran melawan tipu muslihat jahat tersebut dengan cara membuat sistem dan prosedur kerja yang handal, yang dapat digunakan sebagai penuntun menapak jalan yang benar. Disamping itu dimohon kepada Tuhan, agar masyarakat dijauhkan dari orang-orang serakah yang tidak dikaruniai kebenaran, sehingga masyarakat terbebas dari pameran kejahatan (Rg. Weda VII, 10,19 : 481,482)
Dalam  organisasi  publik maupun bisnis sistem pengendalian  internal mempunyai posisi  strategis, apalagi bagi perusahaan yang sudah besar, sehingga keberadaan sistem pengendalian internal tidak dapat diabaikan. Pengabaian  sistem pengawasan internal berarti berani menantang risiko kerugian, cepat atau lambat akibat pahitnya akan dirasakan oleh organisasi tersebut.
Berikut ini akan diuraikan secara singkat keterkaitan antara sistem pengawasan internal yang berlaku masa ini dalam mengelola organisasi dengan sistem pengawasan internal yang diuraikan  dalam buku Arthasastra, susunan Kautilya, yang ditulis sekitar 321-296 sebelum Masehi..
3.    Unsur-Unsur Sistem Pangawasan Internal
Agar  tercipta suatu pengawasan internal yang baik dan dapat berfungsi secara otomatis, maka unsur-unsur pokok  harus dipenuhi oleh suatu organisasi adalah : 1) adanya struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas; 2) sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap aset, kewajiban, modal serta pendapatan dan biaya ; 3) praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi tiap bagian orgnasisasi; dan  4) karyawan yang jujur serta  mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.
Arthasasrta ternyata memuat secara lengkap unsur pokok sistem pengawasan internal seperti diuraikan di atas, bahkan ditambahkan satu unsur pokok lainnya yaitu keharusan pengendalian indria dari masing-masing pelaku pengendalian internal, dan unsur ini justru tidak terdapat dalam SAP 54, 1972, maupun dalam sistem pengendalian internal  terakhir, yang dianut oleh Ikatan Akutan Indonesia (SPAP 2001). Memang dalam SAP 54, 1972 telah dipersyaratkan adanya  unsur kejujuran bagi semua pelaksana organisasi, namun  menurut pandangan kami, jujur itu sendiri maknanya masih jauh lebih sempit dibandingkan yang dituntut oleh Arthasastra yaitu pengendalian indria, yang merupakan pengendalian diri secara total.
Arthasastra secara tegas menyatakan, bahwa apa saja yang diuraikan dalam buku tersebut   bersumber dari Weda, yaitu : Rig Weda, Sama Weda, Yayur Weda, Varta (ilmu ekonomi) dan Dandaniti (ilmu bernegara), yang merupakan ilmu-ilmu utama,  dan memberikan petunjuk penting bagi seseorang yang ingin memahami cara hidup di dunia ini (Ats 1, 5 : 8). Dalam kaitan dengan kerangka pengendalian internal organisasi, Arthasastra melengkapi dengan pengendalian indiria bagi pelaksana organisasi pada semua tingkatannya. Berikut ini diuraikan secara ringkas tiap unsur pengendalian internal tersebut di atas, sbb :
3.1     Struktur Organisasi  Yang Memisahkan Tanggung Jawab Secara Tegas.
Unsur pengendalian internal yang pertama dalam sebuah organisasi adalah adanya struktur organisasi. Struktur organisasi menunjukkan tingkat-tingkat tanggung jawab dari masing-masing pejabat yang ada dalam organisasi, dimulai dari jabatan yang tertinggi sampai dengan yang terendah. Jabatan tertinggi dalam pemerintahan sistem kerajaan adalah raja, sedangkan dibawahnya adalah para Menteri dan Direktur. Tentang  persyaratan dan cara mengangkat  para menteri dan direktur dijelaskan pada Arthasastra ( Bag 4 : 21-23). Namun tidak ditemukan data berapa jumlah menteri yang  ada sebagai pembantu raja pada saat itu. Tentang jumlah menteri yang harus ada dalam pemerintah kerajaan, ditemukan dialog antara pengikut Manu, Brhaspati, Usana dan Kautlya. Menurut Kutilya, jumlah menteri yang diperlukan adalah sesuai kebutuhan (Ats. 22 : 679), sedangkan pengikut Manu, Brhaspati dan Usana menyebutkan jumlah pasti, seperti 12, 16, dan 20. Hal ini mencerminkan, pendapat Kaultilya sangat maju, sesuai benar dengan prinsip efectivitas dan efisiensi yang dianut oleh organisasi  pada zaman ini. Bila ditilik dari jenis-jenis jabatan dibawah menteri yang diuraiakan dalam Arthasastra, maka dapat diperkirakan jenis kementrian yang ada sebanyak 12 yaitu : 1). Keuangan, 2). Perdagangan, 3). Pertambangan, 4). Pertahanan dan Keamanan, 5). Perindustrian, 6). Luar Negeri, 7). Dalam Negeri, 8) Pertanian,  9) Kehutanan, 10) Perhubungan, 11) Kehakiman, 12)  Kejaksaan (penuntut umum).
Terdapat dialog mengenai bagaimana  persyaratan dan cara mengangkat seorang menteri antara Bharadvaja, Visalaksha, Parasara, Pisuna, Kaunapadanta, yang semuanya berkedudukan sebagai penasehat raja.  Ada pendapat, seorang menteri sebaiknya berasal dari teman seperguruan raja, karena raja telah mengenal integritas dan kemampuan mereka, tetapi ini mempunyai kelemahan karena menteri tersebut dikawatirkan akan kurang hormat kepada raja. Baik dan  buruknya semua dikaji dengan cermat. Tampaknya cara pertemanan (nepotisme) dari dulu sudah ada.
Sumber:
http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1538&Itemid=29

Hujan


HUJAN

Hujan
Kau ditunggu waktu kemarau
Sebab mata air mongering
Sungi-sungai kering kerontang
Hutan,sawah dan lading
Semuanya tandus dan gersang
Hujan
Kau terkadang sumber petaka
Kala turun deras dan lama
Banjir bandang mendera
Tanah longsor di mana-mana










Hidup damai


HIDUP DAMAI

Saling mengerti memahami kita
Besar hati tidak mudah tersinggung
Bila salah katakana sejujurnya
Dan tiada mengulangi sifat buruk
Hindari balas dendam dan tawuran
Indahnya hidup damai karena allah
Mari ciptakan di bumi kita di Indonesia





JAM

JAM

Jam aku sangat menyukaimu
Bentukmu berbagai macan
Menunjukan waktu untuk orang bekerja
Menunjukan waktu uuntuk anak sekolah
Jamdentangmu membuat aku bangun
Di badan mu ada angka dan jarum
Berputar berganti-ganti angka
Terimakasih jam
Kau telah tunjukan waktu
Untuk semua orang









PANTAI


PANTAI

Kulangkahkan
Kakiku di hamparan pasir putih
Menanti riak berdesir di pasir
Membasahi ujun kakiku
Bergulung-gulung ombak
Menerjang bebatuan karang
Melayang-layang burung camar
Bermain-main diujung layar
Melambai laun nyiur hijau
Sepoi angina berisik di telingaku
Tersenyumlah hatiku